Selasa, 07 Juli 2009

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Gambaran perkembangan kondisi sosial daerah merupakan salah satu tolok ukur untuk melihat sejauhmana keberhasilan program pembangunan kesejahteraan sosial yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Pekanbaru. Salah satu indikator yang dapat menggambarkan kondisi tersebut adalah Indeks Pembangunan Manusia. Menurut United Nations Development Program (UNDP), pembangunan manusia didefinisikan sebagai suatu proses memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk. Dari definisi tersebut, ditegaskan bahwa fokus pembangunan yang sesungguhnya adalah penduduk atau manusia itu sendiri. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa konsep pembangunan manusia sebagai suatu upaya pembangunan kemampuan diri manusia yang mengandung empat unsur, yaitu produktivitas, pemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan.

Angka Melek Huruf (AMH), didefinisikan sebagai proporsi penduduk berusia 15 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya, terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun atau lebih. Sedangkan Rata-rata Lama Sekolah (RLS), adalah rata-rata lama belajar yang telah ditempuh oleh penduduk 15 tahun keatas sepanjang hidupnya yang dimulai dari pendidikan dasar, dengan uraian sebagai berikut : Perkembangan AMH sampai dengan tahun 2005 mengalami kenaikkan menjadi sebesar 99.7% dari 99.3% pada tahun 2002. Demikian juga halnya dengan RLS yang pada tahun 2005 mengalami kenaikan menjadi sebesar 11.3 tahun dari 11.1 tahun pada tahun 2002.

Pembentukan dan/atau perkembangan indikator AMH dan RLS tersebut tentunya tidak terlepas dari perkembangan sejumlah indikator yang terangkum dala bidang pendidikan, seperti : indikator akses pendidikan (Angka Partisipasi Murni/APM dan Angka Partisipasi Kasar/APK) dan indikator mutu pendidikan (Angka Mengulang, Angka Putus Sekolah, dan Angka Lulusan). Ini menunjukkan bahwa beberapa indikator akses pendidikan dan mutu pendidikan diyakini mampu memberikan pengaruh dan/atau kontribusi terhadap pencapaian indikator Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah.


BACA SELENGKAPNYA - Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Senin, 06 Juli 2009

Sosial Budaya Daerah

Sebagai kota metropolitan, Pekanbaru secara fisik dan ekonomi memang telah berkembang secara luar biasa, tetapi yang menjadi masalah pertumbuhan kota yang ekspansif itu ternyata masih perlu diimbangi oleh tingkat perkembangan bidang sosial budaya yang memadai, seperti aspek kesehatan, pendidikan dan pertumbuhan kesempatan kerja bagi penduduk yang bertambah cepat. Untuk mengetahui sejauh mana kemajuan program pembangunan bidang sosial-budaya di Kota Pekanbaru setidaknya harus berkaca pada dua hal. Pertama sejauh mana kota itu telah mampu menyediakan layanan fasilitas publik dan lapangan pekerjaan yang memadai bagi penduduknya, khususnya bagi penduduk miskin kota. Kedua sejauh mana kebijakan dan kemajuan sebuah kota dapat sejajar dengan kepentingan upaya mengembangkan kualitas pembangunan manusia. Sebuah kota yang tumbuh besar secara fisik dan ekonomi, tetapi tetap memperhatikan kebutuhan dan kesejahteraan sosial masyarakat.


BACA SELENGKAPNYA - Sosial Budaya Daerah

Minggu, 05 Juli 2009

Kondisi Keuangan Daerah

Di bidang keuangan daerah, pendapatan Daerah Kota Pekanbaru selama 5 tahun terakhir, baik secara absolut maupun relatif cenderung mengalami peningkatan, yaitu dari Rp.346.226.974.774,- (2001) menjadi Rp.833.930.921.527 (2005), atau rata-rata setiap tahunnya mengalami peningkatan sekitar 24,67.%. Peningkatan pendapatan daerah yang relatif besar terjadi sejak Tahun 2001 sebagai dampak dilaksanakannya otonomi daerah sebagai amanat Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Keuangan Daerah.

Komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD), meskipun selama 5 tahun terakhir peranannnya masih pada posisi ke-2 setelah Dana Perimbangan namun memiliki perkembangan (trend) yang terus meningkat dari tahun ke tahun, yaitu dari Rp. 37.615.518.829,- pada Tahun 2001 menjadi Rp.86.945.155.571,- pada Tahun 2005, dan kenaikkan tersebut lebih didorong oleh adanya kenaikkan yang dialami oleh hampir seluruh sub-sub komponen yang ada dalam PAD, yaitu : Pajak Daerah; Retribusi Daerah dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah, kecuali untuk sub komponen Hasil Perusahaan Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan mengalami penurunan dalam 2 tahun terakhir.

Untuk komponen Dana Perimbangan, peranannya selama 5 tahun terakhir dalam ikut membentuk total Pendapatan Daerah cenderung menunjukkan peningkatan, yaitu dari Rp.302.391.655.079,- Tahun 2001 menjadi Rp.604.549.843.045,- Tahun 2005. Peningkatan tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan hampir semua unsur Dana Perimbangan, yaitu Bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil Bukan Pajak dan Dana Alokasi Umum. Bagi Hasil Pajak pada Tahun 2001 berjumlah Rp.44.082.047.761,- meningkat menjadi Rp. 66.939.824.281,- pada Tahun 2005, Bagi Hasil Bukan Pajak Tahun 2001 berjumlah Rp.113.670.107.318,- meningkat menjadi Rp.289.298.910.014,- pada Tahun 2005. Dana Alokasi Umum pada Tahun 2001 berjumlah Rp.143.007.500.000,- meningkat menjadi Rp.183.486.000.000,- pada Tahun 2005, meski sempat mengalami penurunan pada Tahun 2002 dan 2003. Adapun Dana Alokasi Khusus pada menunjukkan kondisi yang lebih fluktuatif.

Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari perkembangan fenomena pendapatan daerah tersebut adalah sebagai berikut :

- PAD, mengalami peningkatan yang relatif konsisten, yaitu rata-rata 23,34 persen pertahun selama Tahun 2001 sampai dengan Tahun 2005. Peningkatan ini harus tetap dijaga dengan melaksanakan intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah tanpa mengabaikan kepentingan jangka panjang, yaitu meningkatkan peluang investasi dan kesempatan kerja bagi masyarakat.

- Dana perimbangan, dalam 5 tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan, hal tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam). Namun untuk jangka panjang sumber pendapatan ini bisa menurun mengingat Sumber Daya Alam di Provinsi Riau yang utama adalah minyak bumi yang merupakan sumber daya alam tidak dapat diperbaharui (unrenewable natural resources), sehingga pada waktunya nanti akan habis. Berpijak dari hal tersebut, kedepan komponen dana perimbangan akan sangat ditentukan oleh pos Bagi Hasil Pajak.


BACA SELENGKAPNYA - Kondisi Keuangan Daerah

Sabtu, 04 Juli 2009

Investasi Kota Pekanbaru

Pertumbuhan ekonomi di Kota Pekanbaru diyakini banyak ditopang oleh adanya aliran investasi masuk ke Kota Pekanbaru. Investasi sendiri secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian.

Dalam hal perkembangan investasi, secara akumulatif sejak tahun 2000 hingga tahun 2005, angka persetujuan investasi baik PMA maupun PMDN yang dikeluarkan oleh Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru dalam hal ini Bagian Ekonomi, menunjukkan belum adanya tingkat perkembangan investasi yang cukup stabil. Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan keseriusan dalam menarik investasi baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional.

Untuk peningkatan investasi perlu senantiasa diciptakan iklim usaha yang kondusif yang dalam hal ini merupakan elemen penting dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, adanya kelengkapan infrastruktur yang memadai, kesiapan SDM yang berkualitas, pemberian layanan perijinan yang prima serta jaminan stabilitas keamanan yang mantap serta peraturan-peraturan daerah berikut aturan pendukungnya termasuk dalam pengimplementasiannya, sudah tidak dapat ditawar-tawar lagi dalam mendorong pertumbuhan investasi di kota Pekanbaru.

BACA SELENGKAPNYA - Investasi Kota Pekanbaru

Jumat, 03 Juli 2009

Kondisi Makro Ekonomi

Kondisi ekonomi daerah secara umum dapat ditunjukkan oleh angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Investasi, Inflasi, pajak dan retribusi, pinjaman dan pelayanan bidang ekonomi. Besaran nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ini secara nyata mampu memberikan gambaran mengenai nilai tambah bruto yang dihasilkan unit-unit produksi pada suatu daerah dalam periode tertentu. Lebih jauh, perkembangan besaran nilai PDRB merupakan salah satu indikator yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai keberhasilan pembangunan suatu daerah, atau dengan kata lain pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat tercermin melalui pertumbuhan nilai PDRB.

Berdasarkan data BPS Pekanbaru, perkembangan perekonomian kota Pekanbaru tahun 2001-2004 menunjukkan angka pertumbuhan yang cukup positif, masing-masing sebesar 10.74 persen (2001), 9.78 persen (2002), 10.87 persen (2003) dan 12.22 persen (2004).

Secara umum peranan sektoral perekonomian kota Pekanbaru pada tahun 2001-2004 rata-rata didominasi oleh sektor tersier, kemudian diikuti oleh sektor sekunder. Besarnya peranan sektor tersier tersebut disumbang oleh (i) sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (19.27 persen), (ii) sektor peangkutan dan komunikasi (14.04 persen), (iii) sektor jasa-jasa (9,30 persen), dan (iv) sektor perdagangan, hotel dan restoran (8.25 persen). Adapun peranan sektor sekunder terutama disumbang oleh sektor konstruksi (14.26 persen).

Perkembangan sektor tersier di kota Pekanbaru dalam beberapa tahun terakhir tampaknya semakin dominan apabila dibandingkan dengan dua sektor lainnya (primer dan sekunder), baik dilihat dari sisi peranan maupun pertumbuhannya, Dengan demikian, berbagai aktivitas yang ada dalam sektor tersier kedepan tampaknya akan memiliki trend yang cukup prospektif. Selain itu, adanya perkembangan kondisi perekonomian tersebut tentunya akan menimbulkan suatu tantangan untuk dapat memposisikan kota Pekanbaru sebagai kota yang benar-benar mampu memberikan suatu kondisi lingkungan yang tidak hanya kondusif namun juga kompetitif bagi perkembangan kota itu sendiri ketika harus dihadapkan pada perkembangan kota-kota lainnya, baik yang ada di dalam negeri maupun luar negeri, terutama negara-negara yang berada di wilayah segitiga pertumbuhan (Growth Triangle Zone) SIJORI.

Perkembangan sektor ekonomi berdampak langsung terhadap peningkatan PDRB dan nilai PDRB perkapita yang pada hakekatnya menunjukkan kemampuan daya beli masyarakat. Data empat tahun terakhir menunjukkan adanya tren peningkatan kemampuan daya beli masyarakat Kota Pekanbaru.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari adanya perkembangan beberapa indikator perekonomian Kota Pekanbaru sebagaimana diuraikan diatas adalah perkembangan perekonomian Kota Pekanbaru pada saat ini terutama dipengaruhi oleh sektor sekunder, dalam hal ini konstruksi. Namun kedepan perkembangan kota dipekirakan akan lebih dipengaruhi oleh sektor tersier yang meliputi bidang perdagangan dan jasa. Hal ini selaras dengan keterbatasan Kota Pekanbaru akan sumberdaya alam, baik yang terperbaharui (renewable natural resources) mauapun tidak terperbaharui (unrenewable natural resources). Namun Kota Pekanbaru mempunyai lokasi yang strategis, sebagai centre bagi daerah sekitarnya yang merupakan daerah penghasil minyak bumi, perkebunan kelapa sawit dan lain-lain yangbernilai ekonomi tinggi. Selanjutnya untuk mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan ekonominya, Kota Pekanbaru harus dapat berkembang menjadi kota yang mempunyai kemampuan menyediakan jasa dan pelayanan yang optimal dengan biaya yang relatif murah, sehingga mampu bersaing dengan kota-kota lain yang juga akan berkembang ditingkat lokal maupun regional.
BACA SELENGKAPNYA - Kondisi Makro Ekonomi

Kamis, 02 Juli 2009

Pekanbaru : Kondisi Geografis

Pekanbaru merupakan ibu kota Provinsi Riau dengan luas sekitar 632.26 km2 dan secara astronomis terletak di antara 0° 25’ - 0° 45’ Lintang Utara dan 101° 14’ – 101° 34’ Bujur Timur. Di bagian utara Pekanbaru berbatasan dengan Kabupaten Siak, di bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan, di bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Kampar, sedangkan di bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Kampar. Selain berada di tengah Provinsi Riau, Pekanbaru juga berada di lintasan jalur transportasi darat Pulau Sumatera. Hal ini menyebabkan Pekanbaru mempunyai lokasi yang strategis, dan akan semakin strategis seiring dengan perkembangan pembangunan di wilayah Sumatera maupun perkembangan di Malaysia dan Singapura.

Kota Pekanbaru mempunyai topografi yang bervariasi, yaitu landai, berombak sampai bergelombang, dengan geologi lahan terdiri dari endapan alluvium muda yang terbentuk akibat pengangkutan dan pengendapan sisa-sisa bahan induk oleh aliran sungai. Lahan jenis ini mempunyai karakteristik yang rentan terhadap gangguan alami maupun pengolahan lahan yang berlebihan. Sebagian lahan Kota Pekanbaru juga mempunyai ciri formasi minas yang karakteristiknya lebih baik namun memiliki kandungan mineral lempung kaolinit yang mempunyai sifat porositas tanah rendah, yang dapat menahan senyawa aluminium, sehingga tanah bersifat asam dan sangat korosif terhadap material logam. Akibat kondisi geologi ini jenis tanah di Kota Pekanbaru bervariasi, antara lain alluvial hidromorf, alluvial coklat kekuningan, alluvial kelabu dan tanah-tanah yang berasosiasi, yaitu perpaduan dua jenis tanah yang sulit dibedakan.

Sebagaimana daerah tropis lainnya, Pekanbaru mengenal 2 musim yaitu musim hujan dan kemarau. Pada tahun 2004 jumlah hari hujan di Kota Pekanbaru sebanyak 209 hari, dengan curah hujan rata-rata 306,39 mm dan temperatur berkisar antara minimum 26,9° C sampai dengan maksimum 29,3° C (Stasiun Meteorologi Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, Tahun 2004).

Secara administrasi pemerintahan Kota Pekanbaru dikepalai oleh Walikota, yang berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2003 dimekarkan dari 8 wilayah administrasi kecamatan menjadi 12 wilayah administrasi Kecamatan. Wilayah administrasi Kecamatan selanjutnya terbagi lagi menjadi Kelurahan, yang berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2003, dimekarkan dari 50 wilayah addministrasi kelurahan menjadi 58 wilayah administrasi kelurahan. Wilayah administrasi kelurahan terbagi lagi menjadi 539 Rukun Warga (RW) dan 2.266 RT (Rukun Tetangga). Populasi penduduk Kota Pekanbaru sampai dengan Tahun 2004 menurut Dinas Pendaftaran Penduduk Kota Pekanbaru mencapai 711.130 jiwa, dengan demikian tingkat kepadatan penduduk Kota Pekanbaru lebih kurang 1.125 jiwa/km2.



BACA SELENGKAPNYA - Pekanbaru : Kondisi Geografis

Jumat, 19 Juni 2009

1.4. Hubungan RPJM Daerah dengan Dokumen Perencanaan Lainnya

Hubungan RPJM Daerah dengan Dokumen Perencanaan Lainnya

Dalam kaitan dengan sistem perencanaan pembangunan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam UU No.25 tahun 2004, maka keberadaan RPJM Daerah Kota Pekanbaru Tahun 2007-2011 merupakan satu bagian yang utuh dari manajemen kerja di lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru khususnya dalam menjalankan agenda pembangunan. Keberadaannya akan dijadikan pedoman bagi SKPD untuk penyusunan Rencana Strategis SKPD. Selanjutnya, untuk setiap tahunnya – selama periode perencanaan - akan dijabarkan dalam bentuk Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Pekanbaru, yang selanjutnya akan dijadikan acuan bagi SKPD untuk menyusun Rencana Kerja (Renja) SKPD.

Dalam kaitan dengan sistem keuangan sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 17 tahun 2003, maka penjabaran RPJM Daerah Kota kedalam RKPD Kota Pekanbaru untuk setiap tahunnya, akan dijadikan pedoman bagi penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kota Pekanbaru.



BACA SELENGKAPNYA - 1.4. Hubungan RPJM Daerah dengan Dokumen Perencanaan Lainnya

1.3. Landasan Hukum

1.3. Landasan Hukum

1. Amandemen keempat Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 18 ayat 2.
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Bab VII Pasal 150.
5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 – 2009.
8. Peraturan Daerah Propinsi Riau Nomor 1 Tahun 2004 tentang Rencana Strategis (RESTRA) Provinsi Riau Tahun 2004-2008
9. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 050/2020/SJ tanggal20 Agustus 2005 tentang Petunjuk Penyusunan RPJP dan RPJM Daerah.
BACA SELENGKAPNYA - 1.3. Landasan Hukum

Kamis, 18 Juni 2009

1.2. Maksud dan Tujuan

1.2. Maksud dan Tujuan

RPJM Kota Pekanbaru 2007 – 2011 dimaksudkan sebagai dokumen perencanaan pembangunan yang memberikan arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, program pembangunan daerah serta sasaran-sasaran strategis yang ingin dicapai selama 5 (lima) tahun kedepan. Dengan demikian RPJM Kota Pekanbaru menjadi landasan bagi semua dokumen perencanaan baik rencana pembangunan tahunan pemerintah daerah maupun dokumen perencanaan Satuan Kerja Pemerintah Daerah Kota Pekanbaru.

Tujuan penyusunan RPJM Kota Pekanbaru 2007 – 2011 adalah untuk menjabarkan visi, misi, dan program Walikota Pekanbaru priode 2006-2011. Di era pemilihan kepala daerah secara langsung, janji-janji politik di masa kampanye harus dipertanggungjawabkan. Sebagai konsekuensinya apabila calon kepala daerah tersebut terpilih, maka janji-janji tersebut harus dirumuskan sebagai perencanaan pembangunan dan direalisasikan dalam dokumen perencanaan. Selain itu RPJM juga sebagai sarana untuk menampung aspirasi masyarakat dan membangun konsensus antar ’stake holders’ untuk menentukan arah pembangunan Kota Pekanbaru di masa yang akan datang yang penyusunannya mengacu kepada RPJM Nasional dan Rencana Strategis Provinsi Riau.



BACA SELENGKAPNYA - 1.2. Maksud dan Tujuan

Latar Belakang

BAB I
PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang

Amandemen keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 18 ayat 2 menyebutkan bahwa Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi dimaksudkan untuk mempercepat proses terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Dengan adanya otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah mampu meningkatkan daya saing, melalui prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan dalam pembangunan, meningkatkan daya guna potensi dan keanekaragaman sumber daya daerah. Walaupun undang-undang secara jelas menyatakan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai wewenangan untuk mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri, namun dalam penyusunan perencanaan daerah tetap harus memperhatikan antara perencanaan pemerintahan pusat, propinsi dan antar pemerintah daerah, sehingga pencapaian tujuan daerah mendukung pencapaian tujuan nasional. Aspek hubungan tersebut memperhatikan kewenangan yang diberikan baik yang terkait dengan hubungan sumber daya alam dan sumber daya lainnya, pelayanan umum serta keuangan.

Sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan, Pemerintah Daerah harus menyusun rencana pembangunan yang selanjutnya digunakan sebagai pedoman Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah maupun Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan ke Presiden.  

Menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, rencana pembangunan dibagi menjadi Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) yang mencakup periode 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang mencakup periode 5 tahun dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang mencakup rencana kerja tahunan.


Pada UU Nomor 25 Tahun 2004 Pasal 5 Ayat (2) dinyatakan bahwa RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Selanjutnya dalam rangka perencanaan pembangunan nasional, pemerintah daerah harus memperhatikan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat dan struktur tata pemerintahan. Oleh karena itu tujuan dan sasaran pembangunan harus memperhatikan permasalahan yang menjadi lingkup nasional maupun amanat pembangunan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Alokasi sumber daya daerah harus mendukung penyelesaian masalah nasional disamping masalah yang ada di daerah masing-masing.


BACA SELENGKAPNYA - Latar Belakang